Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Januari 2012

Laba-Laba, Lebah, dan Semut

Coba rusak jaring laba-laba dan dengan segera dibuat lagi. 
Ambil madu lebah maka dengan cepat mereka buat sarang baru yang menghasilkan madu.
Coba hancurkan rumah semut maka dalam waktu singkat mereka akan sibuk menuntaskannya.

Laba-laba, lebah, dan semut memberikan inspirasi kepada kita tentang bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan ini dengan satu tekad : " PANTANG MENYERAH " dan " MULAILAH BANGKIT !! ". 
Jangan pernah menyerah jika sedang berusaha meraih impian. Tidak ada alasan untuk menyerah. Orang yang gagal selalu mencari-cari alasan, tapi orang yang berhasil selalu mencari jalan.
Tahukah bahwa kita berhasil dalam hidup ini tidak hanya sekedar berada pada tempat dan waktu yang tepat, tapi juga berada pada waktu dan tempat yang salah, namun tidak pernah menyerah.
Kita boleh saja memiliki impian yang besar. Tapi tanpa semangat, kerja keras, ketabahan hati, tahan uji, pantang menyerah, maka impian itu hanyalah sebuah fantasy atau khayalan belaka. Kita tak akan pernah melihat impian itu menjadi nyata dalam hidup ini.
Kita hanya bisa menikamati impian dalam pikiran atau imajinasi saja.
Ketika putus asa, ragu, lelah, atau hampir diambang kegagalan, ingatlah kembali akan impian yang ingin diraih. Impian itu akan menjadi sumber inspirasi yang akan selalu menguatkan kita dan memberi sebuah motivasi yang besar.
Hidup ini memang keras tetapi bukan berarti harus menyerah begitu saja tanpa mencoba cara yang lain. Biarlah kesuksesan yang ditemukan pada diri prang lain menjadi cambuk untuk kita bangkit kembali. Kalau mereka bisa berhasil kenapa kita tidak bisa seperti mereka.

JANGAN PERNAH MENYERAH SAHABAT !!
TERUSLAH BERJUANG...
IT`S A LIFE, YOUR LIFE, MY LIFE, OUR LIFE...

Senin, 05 Desember 2011

Kisah Kapak Yang Kehilangan Kekuatannya

Seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon.

Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu.”

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon.

Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan.

“Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.

Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya,
“Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata si penebang.

“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun," kata sang majikan.
"Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

"Istirahat bukan berarti berhenti. Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi."

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual.

Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru.


Sumber : BungaKurnia.com

Jumat, 25 November 2011

6 Cara Untuk Membangun Hidup Yang Mennyenangkan

1. Hidup Sederhana 

Akan selalu ada godaan untuk meninggalkan masa depan untuk kepuasan sesaat. Kita semua ingin menikmati teknologi baru, tinggal di kemewahan kota, atau mengambil pinjaman untuk membeli mobil mewah yang jelas jelas kita tidak mampu membelinya tetapi dipaksakan. 

Mungkin kita merasa hebat saat itu tetapi percayalah anda akan menyesali nya. Jadi nikmatilah hidup sederhana anda, menabunglah sebanyak anda bisa. Barang mahal tidak menciptakan kebahagiaan abadi dan keamanan.



2. Buatlah Uang Yang Bekerja Untuk Anda

Menabung sangat bagus, tabungan yang menghasilkan tentu lebih bagus lagi. Investasi yang baik dapat anda jadikan prediksi untuk usia pensiun anda, apakah saat umur 40 tahun atau 60 tahun ?

Investasi yang bijaksana adalah jalan pasti menuju kemandirian finansial dan yang dapat diandalkan semua orang


3. Teruslah Belajar

Untuk menjadi bahagia kita membutuhkan 'pertumbuhan' yang berkelanjutan. Cara terbaik untuk tumbuh adalah belajar terus menerus. Bukan berarti anda harus mengejar gelar doktor atau menghabiskan 2 jam membaca setiap hari. 

Pendidikan diri bisa apa saja yang akan membuat anda nyaman. Bagian terpenting adalah menjaga pikiran anda tetap terbuka dan mencari ide-ide segar dan perspektif.
Belajar secara terus menerus selama bertahun-tahun membuat anda menjadi pribadi yang lebih bijaksana, lebih baik dan orang yang lebih menarik



4. Jangan Lupakan Orang Yang Anda Sayangi

Misalkan Anda memiliki segala sesuatu yang Anda inginkan. Apakah Anda akan tetap bahagia tanpa seseorang untuk anda berbagi? Teman, Anggota keluarga adalah sumber kebahagiaan terbesar dalam hidup kita. Jangan lupakan mereka.

Luangkanlah waktu anda dengan orang yang anda sayangi. Tanpa orang yang anda sayangi anda mungkin akan sengsara, tidak peduli seberapa sukses anda



5. Buatlah Suatu Tujuan Yang Ingin Anda Capai

Bahkan jika hidup anda tidak sempurna, anda selalu dapat membangun hidup anda ke arah yang anda inginkan. Jika anda tidak membangun hidup anda, kemungkinannya hidup anda akan mengalami kebosanan. 

Seperti merasa korban pada jebakan hidup anda sendiri bukan. Cara terbaik untuk menghadapi situasi ini adalah buatlah suatu tujuan yang dapat anda capai.

Kita tidak bisa mengendalikan segala sesuatu tentang hidup kita, membangun sesuatu yang ingin kita capai, adalah hal positif untuk kita teruskan dan meletakkan dasar untuk kesuksesan kita di masa depan.



6. Jagalah Kesehatan Anda

Tubuh kalau sudah hancur tidak akan banyak hal yang dapat anda lakukan. Hindari konsumsi berlebihan zat yang merusak tubuh dan makanan tidak sehat. Menikmati kesehatan adalah kebahagian tersendiri buat kita, dibandingkan jika kita sakit. 

Hindari juga zat-zat yang membuat anda kecanduan, Kenikmatan Sesaat, Efeknya Bertahun-tahun. Jadilah Generasi Muda yang Sehat. Kesehatan adalah harta terbesar kita.
Apa pun kondisi anda sekarang, keluarlah dari hal itu sejenak dan lakukan sesuatu yang menyenangkan. Seperti kata Lao Tzu, bahkan perjalanan 1.000 mil dimulai dengan satu langkah

Kisah Cinta Seorang Anak Terhadap Ibunya

Seorang janda miskin Siu Lan punya anak umur 7 tahun bernama Lie Mei. Kemiskinan membuat Lie Mei harus membantu ibunya berjual kue dipasar, karena miskin Lie Mei tidak pernah bermanja-manja kepada ibunya. Pada suatu musim dingin saat selesai bikin kue, Siu Lan melihat keranjang kuenya sudah rusak dan Siu Lan berpesan pada Lie Mei untuk nunggu dirumah karena ia akan membeli keranjang baru.


Saat pulang Siu Lan tidak menemukan Lie Mei dirumah. Siu Lan langsung sangat marah. Putrinya benar-benar tidak tau diri, hidup susah tapi masih juga pergi main-main, padahal tadi sudah dipesan agar menunggu rumah. Akhirnya Siu Lan pergi sendiri menjual kue dan sebagai hukuman pintu rumahnya dikunci dari luar agar Lie Mei tidak dapat masuk. Putrinya mesti diberi pelajaran, pikirnya geram.

Sepulang dari jual kue Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak didepan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa. Jeritan Siu Lan memecah kebekuan salju saat itu. Ia menangis meraung2, tetapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera Siu Lan membopong Lie Mei masuk kerumah. Siu Lan mengguncang2 tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei.

Tiba2 sebuah bingkisan kecil jatuh dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu dan membuka isinya. Isinya sebuah biskuit kecil yg dibungkus kertas usang dan tulisan kecil yang ada dikertas adalah tulisan Lie Mei yang berantakan tapi masih dapat dibaca,


"Mama pasti lupa, ini hari istimewa bagi mama, aku membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah, uangku tidak cukup untuk membeli biskuit yang besar… Mama selamat ulang tahun".


Sumber : http://kolom-inspirasi.blogspot.com/2011/11/inspirasi-kisah-cinta-seorang-anak.html#ixzz1edvpSOM1

Sabtu, 12 November 2011

Menjadi Inspirasi

Pendidikan merupakan sarana yang sangat efektif dalam membangun sebuah generasi, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dengan harapan agar generasi yang akan muncul nanti adalah sebuah generasi yang unggul.
Sebagai pelaksana pendidikan, Yayasan harapan Bangasa melihat bahwa generasi yang unggul adalah pemimpin yang berkarakter Kristus, kompeten dan mampu memberi dampak positif terhadap lingkungan, seperti yang tertuang dalam pernyataan misi Sekolah Kristen Tunas Bangsa.
Kami menyadari, bahwa pekerjaan ini besar, terlebih lagi jika kita melihat pendidikan di daerah-daerah, banyak anak-anak yang masih belum mendapatkan pendidikan yang lebih baik, padahal mereka adalah tunas-tunas bangsa, yang seharusnya kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan.
Puji Tuhan, saat ini Yayasan Harapan Bangsa telah mementor beberapa rekenan, mereka adalah penyelenggara sekolah yang memiliki misi dan beban yang sama, dan dalam kerendahan hati mereka, mereka belajar tentang kurikulum karakter di Sekolah Kristen Tunas Bangsa. Hari ini, Tuhan sedang menggenapi visi yang telah Dia berikan kepada kami, yaitu menjadi sebuah model lembaga pendidikan yang memberi inspirasi dalam menerapkan karakter Kristus. Berikut ini merupakan beberapa kesaksian dari mereka.
Palembang
Ketika kami dating ke Sekolah Kristen Tunas Bangsa untuk belajar tentang TK dan SD, kami sangat diberkati oleh sambutan para guru Sekolah Kristen Tunas Bangsa yang mencerminkan kasih Yesus. Dengan sepenuh hati mereka berbagi pengalaman mengajar tentang karakter Kristus dan pengalaman pribadi mereka dengan Yesus setelah bergabung di Sekolah Kristen Tunas Bangsa.
Kami Tertarik dengan sikap para guru yang mencerminkan karakter Kristus. Mereka bersaat teduh, berkomunitas berdasarkan kasih Kristus. Sepulang dari Sekolah Kristen Tunas Bangsa kami berbagi pembelajaran yang kami dapatkan kepada guru. Mereka juga menerapkannya kepada murid di sekolah kami.
Beberapa lama kemudian kami menerapkan pembentukan karakter melalui buku saat teduh Walk With God Everyday diterbitkan oleh Sekolah Kristen Tunas Bangsa. Perubahan terjadi pada anak-anak dan guru. Para orang tua merespon positif buku tersebut. Salah satu penyebab orang tua menyekolahkan anaknya di Paric Christian School dikarenakan adanya pembentukan karakter berdasarkan Firman Tuhan.
Semester lalu kami mengajarkan tentang karakter “Penuh Perhatian.” Ternyata banyak perubahan yang terjadi pada anak-anak. Mereka lebih menghargai lawan bicaranya. Seperti menanggapi orang yang sedang berbicara kepadanya, lebih perhatian terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan. Hal ini membuat hati orang tua tersentuh karena perubahan yang dialami anak-anak mereka.
Semester ini kami sedang mengajarkan tentang karakter “Ketaatan.” Kami percaya bahwa perubahan positif pasti terjadi di Paris Christian School, baik bagi murid, guru dan orang tua. Kami mengucapakan terimakasih karena Sekolah Kristen Tunas Bangsa telah menjadi berkat buat kami, bahkan menjadi berkat buat sekolah laindan masyarakat Palembang (Maya – Principal Paris Christian School)
Bandar Lampung
Anugrah yang luar biasa ketika kami dapat mengenal Sekolah Tunas Bangsa. Berawal pada tahun 1999, yaitu saat pelayanan anak sekolah minggu kami, GBI Villa Citra, mengundang Ibu Sarah dan tim Pelayanan Anak KEGA. Pada saat itu Ibu Sarah menanamkan visi kepada kami, baik pelayanan sekolah minggu, maupun pendidikan formal, “Melalui pendidikan formal, kita memiliki banyak kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai Firman Tuhan kepada anak-anak”. Beliau juga menyampaikan impresi, bahwa Tuhan telah menetapkan ketua sekolah minggu kami, Ibu Mungliana akan Tuhan pakai menjadi pemimpin untuk mewujudkan visi ini.
Pada tahun 2000 kami kembali mengundang tim pelayanan anak KEGA yaitu Ibu Wati dan tim. Ternyata mereka menyampaikan visi yang sama dengan tahun sebelumnya. Visi tersebut juga diteguhkan oleh beberapa hamba Tuhan. Semuanya begitu memotivasi kami untuk memujudkan visi tersebut.
Kemudian kami, beberapa guru sekolah minggu bersama Ibu Mungliana berinisiatif untuk berkunjung ke Yayasan Harapan Bangsa di Jakarta. Kami sangat bersyukur dengan sambutan dan keramahan yang mereka berikan. Banyak hal yang kami dapatkan, baik secara ilmu pengetahuan, pendidikan dan pembelajaran megenai pengetahuan karakter.
Pada tahun 2001, dengan pertolongan dukungan serta bimbingan dari gereja local dan Yayasan Harapan Bangsa di Jakarta. Maka kami membuka Kelompok Bermain Mawar Saron dengan jumlah murid 6 orang pada tahun pertama. Kami belajar setia dengan apa yang Tuhan percayakan pada kami, agar menjadi guru yang baik melalui pendidikan formal. Dalam waktu relatif singkat jumlah murid di sekolah kami berlipat kali ganda hingga mencapai ratusan anak. Jenjang pendidikan berlanjut dengan dibukanya Taman Kanak-Kanak Mawar Saron. Banyak kesaksian-kesaksian hidup yang kami alami dalam proses belajar mengajar. Ada yang mengatakan sekolah kami adalah bengkel karakter. Tuhan percayakan anak-anak yang mengalami permasalahan keluarga agar menjadi berkat disekolah, sungguh luar biasa.
Pada tahun 2009 ini kami mulai membuka Sekolah Dasar kelas 1. Sekali lagi ini semua hanya karena anugrah Tuhan semata. Tuhan menjadikan pergumulan kami selama 8 tahun untuk memiliki gedung sekolah di tahun ini. Semua memang indah pada waktunya (Mungliana – Kepala Sekolah TK Mawar Sharon Bandar Lampung)
Bangka
NAFIRI KARYA SEJAHTERA adalah Yayasan Nirlaba yang terpanggil untuk mengelola pelayanan pendidikan dasar bagi anak-anak di dusun Pasaren. Sebuah komunitas nelayan yang terpencil di kecamatan Belinyu, Bangka. Bukan saja pendidikan ilmu dan keterampilan formal yang diberikan yayasan lewat TK-SD SEHATI, melainkan juga mengunggulkan pengembangan karakter dan nilai-nilai Kristiani.
Itu sebabnya setiap guru diperlengkapi dengan jiwa pelayanan yang mengasihi dan setia “mengembalai” anak-anak didik yang ada dalam tanggung jawabnya, sekalipun kondisi dan fasilitas penunjang masih minim dibandingkan dengan pendidikan diperkotaan. Alhasil, Sekolah SEHATI meraih prestasi sebagai juara pertama berturut-turut dalam gugus rayonnya, sekaligus menjadi berkat bagi Bangka, sampai saat ini.
Sebelum sekolah Sehati hadir di dusun Pesaren, ada kesaksian menarik yang melatarbelakangi pendiriannya. Sepasang suami-istri M.Torsina dari Jakarta di tahun 1998, digerakkan hatinya untuk mendirikan semacam “sekolah minggu” bagi pelayanan anak-anak kecil dipedesaan. Mereka berkeliling dari desa ke desa untuk mencari tempat, pada akhirnya sampailah mereka ke Pesaren. Disitu mereka tiba-tiba dikejutkan dengan sekerumunan anak-anak kecil yang bersorak-sorak mengejeki dua orang anak cacat. Karena penasaran, maka suami-istri ini turun dari mobil dan menghampiri anak yang diejek itu untuk menanyakan permasalahannya. Dan mereka menawarkan kepada orang tua sianak untuk ditindaklanjuti kesehatannya.
Alhasil, kedua orang tua anak menerima tawaran untuk melaksanakan tindakan operasi terhadap kedua anak yang cacat itu di Jakarta. Selanjutnya, masyarakat setempat malah minta bantuan kepada suami istri ini agar bisa didirikan sebuah sekolah dasar di dusun Pesaren.
Semuanya ini dibutuhkan lahan, dana dan sumber tenaga yang tidak kecil. Dan juga berlawanan dengan rencana semula untuk pendirian sekolah minggu saja. Namun satu persatu Tuhan membuka jalan dalam kasihNya. Yayasan Lahai Roi pun didirikan untuk mewujudkan pelayanan holistik di pedesaan, sekaligus kerinduan komunitas setempat akan sebuah sekolah, lapangan bermain yang luas, dan tempat berkumpul serbaguna dalam suasana kekeluargaan.
Peletakan batu pertama pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1999. Melalui banyak tantangan dan kesulitan yang sempat menghambat proses pembangunan, akhirnya pada tanggal 22 Juli 2000, sekolah TK-SD SEHATI ini resmi dibuka. Dalam perjalanan waktu, sekolah ini semakin berkembang dengan penambahan ruang kelas pada tahun 2006. Yayasan Lahai Roi lalu memutuskan untuk menghibahkan sekolah ini kepada Yayasan Nafiri Karya Sejahtera agar dapat dikelola dan dikembangkan lebih baik lagi.
Berkat Yayasan Harapan Bangsa maka sejak awal tahun 2000 sampai saat ini, para guru sekoalh SEHATI dilatih di TK-SDK Tunasa Bangsa, sebelum terjun ke Pesaren. Dengan bekal mengajar, kurikulum, administrasi sekolah dari Tunas Bangsa inilah para guru kami merasa percaya diri dan turun ke sekolah SEHATI di dusun Pesaren.
Sumber : Tunas Bangsa

Minggu, 30 Oktober 2011

Pak Guru Jualan Ikan

Ayahnya seorang guru SD. Lima saudara kandungnya guru. Suami atau istri dari saudara Agust juga berprofesi sebagai guru. Maka tidak berlebihan jika profesi guru merupakan belahan jiwa keluarga Drs. Agust Dapa Loka (50).


Tanpa diarahkan oleh Papa waktu itu, saya pilih jalur pendidikan guru. Saya juga tidak tahu, mungkin inilah yang dinamakan soulmate, ungkap alumni jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, IKIP Senata Dharma, Yogyakarta, angkatan 1984 ini.
Agust menduga keinginan tersebut dipicu oleh pengalaman berjumpa dengan banyak guru di kampungnya, Pero, Paroki Waimangura, Sumba-NTT. Apalagi kala itu guru dianggap tahu segalanya. Agust terkagum dengan sosok guru. Almarhum ayahnya dituntut serba tahu. Mulai dari urusan adat, keluarga, pemerintahan, sengketa tanah, katekisasi, dan sebagainya. Agust pun terkagum oleh perjuangan sang ayah yang hanya jebolan Sekolah Guru Bantu (SGB) itu. Agust tak pernah sedikitpun mendengar keluhan ketika persoalan menghadang. Ia bahkan berhasil menyelesaikan setiap masalah yang ada dengan lancar.
Karena telah merasa profesi ini sebagai soulmate, Agust berusaha menjalaninyadengan tekun dan kerja keras. Sebab siapapun tahu, gaji guru apalagi gaji guru swasta di daerah relatif kecil, bahkan tidak cukup untuk hidup dua minggu.

Penjual Ikan


Lalu apa yang Agust lakukan agar tetap bisa survive ? "Kalau sudah begini buang jauh-jauh yang namanya gengsi", ujarnya singkat. Sambil menjadi guru di SMA Katholik Anda Luri, Waingapu-Sumba Timur, Agust pernah melakoni pekerjaan sebagai penjual ikan keliling selama beberapa tahun. Pagi-pagi buta sekitar pukul 02.00 dini hari, Agust sudah berangkat ke pantai yang jaraknya 6 km pergi pulang untuk membeli ikan segar. Di pantai dia tidak segan-segan menceburkan diri di laut untuk menjemput ikan dari perahu nelayan. Sepanjang jalan sepulang dari pantai, Agust menjajakan ikan. Sebagian ia drop ke pasar dan sebagian lagi ia taruh di rumah. lalu sepulang sekolah, tanpa sungkan ia berkeliling dengan motor, keluar masuk perumahan menjajakan ikan.
Agust tidak peduli dengan penilaian orang. Sebab ada yang berkata, "Guru kok jualan ikan? Bikin malu saja". Ia justru semakin bersemangat lantaran tahu persis kebutuhan hidupnya tidak mungkin tercukupi oleh gajinya yang waktu itu hanya sekitar Rp. 700.000,-. Bayangkan gaji ini dia pakai untuk membiayai keluarga dan mengobati ayahnya yang sedang sakit. Meski begitu, tidak sedikit juga orang yang mengapresiasi dirinya dengan menyebut dia sebagai "Guru Pejuang". Bahkan, beberapa orang tua menasehati anak mereka yang malas dengan menunjuj Agust sebagai contoh orang yang patut ditiru.

Petani Penggarap


Agust kemudian beralih menjadi petani sawah. Beberapa hektar sawah sewaan ia garap. "Saya sendiri yang garap. Mau suruh siapa? Anak-anak saya masih kecil saat itu, lagi pula saya tidak tega suruh mereka kerja sawah. Biarlah mereka belajar", ungkap pria humoris ini. Saat menggarap sawah, perasaan letih, gelisah dan penuh harap menghiasi pikiran dan hatinya. Letih karena harus bertarung dengan matahari Sumba Timur yang panas. Gelisah karena kalau panennya gagal, maka harapan anak-anaknya untuk bisa membeli buku tambahan menjadi kandas. Berharap, karena dengan hasil sawah itu juga ia tetap bisa menunjukkan bakti kepada ibunya dikampung dengan mengirimkan beras hasil keringatnya sendiri.
" Ada perasaan sangat puas jika saya bisa kirim beras dari hasil tangan saya sendiri buat Mama di kampung. Beda sekali rasanya kalau mengirim beras hasil beli dari pasar", jelasnya dengan mata berkaca-kaca. Kini perjuangan Agust terasa lebih berat lagi. Sebab sejak 16 Juni 2009 ia hidup hanya dengan kaki kiri. Kaki kanannya diamputasi akibat sebuah kecelakaan lalu lintas. Mengalami rangkaian perjalanan hidup tersebut, Agust tidak mau mengeluh. Belum bisa memakai kaki palsu pun, ia tidak mengeluh. baginya mengeluh hanyalah bentuk lain dari kealpaan menangkap rahmat Tuhan.

Sumber : Majalah Rohani "BAHANA" 2010

Sabtu, 29 Oktober 2011

Aku Mau Ibu Kembali (the True Story from China)


Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki-laki yang luar biasa,sebut saja namanya Zhang Da. Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orangyang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27 Januari 2006 Pemerintah China, diPropinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.
Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Ibunya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Bapak yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Bapaknya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia.
Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.
Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.
"Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan bapaknya." demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk bapaknya.
Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. ZhangDa Merawat Bapaknya yang Sakit. Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat bapaknya. Ia menggendong bapaknya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan bapaknya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan bapaknya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.
Zhang Da menyuntik sendiri bapaknya.Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik bapaknya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun,maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.
> > Aku Mau Ibu Kembali <<
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, "Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu" Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku Mau Ibu Kembali. Ibu kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Bapak, aku bisa cari makan sendiri, Ibu Kembalilah!" demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.
Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan bapaknya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Ibu Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat Ibunya pergi meninggalkan dia dan bapaknya.
(aku yang selalu sangat mencintai Ibuku meski telah tiada. Dengan kesedihan yang begitu mendalam, aku berharap bisa segera bertemu lagi dengannya)

Sumber : Blessing for Blessed

Minggu, 23 Oktober 2011

“The Salvation of the Soul”


“At the end of the European War, there was a huge celebration in London. The turnout was unprecedented in the history of London. The war had just concluded, and the soldiers were having a victory parade and were there to be welcomed by the crowd. As the soldiers paraded through, the people cheered and applauded. In the minds of many, were it not for the courage of these soldiers, England could not have been saved. The applause persisted as the soldiers marched onward step by step. While the units passed by rank after rank, suddenly, there was a crescendo of applause; in fact, many started weeping. The nobility saluted, and even the king took off his crown. What had happened? Trailing behind was car after car of soldiers who had either broken arms, injured legs, missing limbs, or serious wounds. These were the ones who were wounded in battle. They were received with the greatest honor and respect. The soldiers who marched ahead of them made it; however, the glory they received could hardly be compared to that of these wounded soldiers.
Those who are scarcely saved will enter into heaven on that day, but they will not have a rich and abundant entrance into God’s kingdom. If we have suffered on earth and forsaken things for the Lord’s sake, on that day we will enjoy what those wounded soldiers enjoyed in their triumphant procession. The applause will be loud, the praises will be great, and the glory will also be great. Every one of us should endure pain and suffer loss for the Lord’s sake. On that day, we will receive a crown on our head. Our soul must be saved. May we be poorer, may we suffer more, and may we forsake all for the Lord’s sake. May God bless us.”
2 PETER 1:10-11
“Therefore, brothers, be the more diligent to make your calling and selection firm, for doing these things you shall by no means ever stumble. For in this way the entrance into the eternal kingdom of our Lord and Savior Jesus Christ will be richly and bountifully supplied to you.” The fact that these ones were called brothers shows that they were saved. However, they still needed to be more diligent to make their calling and election firm. Eternal life, once received, cannot be shaken. But in the kingdom, some shall be shaken.
Sumber : Anak Damai Sejahtera

Belajarlah dari Domba yang Bodoh!


Ada sepasang suami isteri, di dalam Tuhan boleh dikatakan lumayan, mereka cukup bergairah bekerja untuk Tuhan. Tetapi tidak lama kemudian, anak kesayangan mereka meninggal dunia. Kemudian, dengan penuh amarah mereka berkata, “Mulai sekarang kami berdua tidak mau melayani Allah lagi. Kami telah dengan setia melayaniNya, Dia bukan saja tidak memberkati, malah membuat anak kami mati.” Demikianlah mereka kemudian menempuh penghidupan sehari-hari dengan sesukanya sendiri, tidak lagi seperti dulu bergairah melayani, tidak mau menuntut kemajuan rohani. Demikianlah waktu berlalu sekitar 8 sampai 9 tahun.
Pada suatu hari, si suami sedang berjalan di suatu belantara, terlihatlah olehnya seorang penggembala domba yang akan menyeberangkan kawanan domba melewati sebuah anak sungai. Pada masa itu, umumnya di anak sungai di desa-desa tidak ada jembatan yang baik, hanya ada papan-papan yang melintang yang menghubungkan kedua tepian. Bagi manusia, jembatan “darurat” itu masih boleh, tetapi bagi hewan, dalam hal ini kawanan domba, sangatlah sulit; karena domba adalah hewan yang penakut lagi bodoh. Sebab itu meskipun gembala itu mencambuk dan mendorongnya, mereka tetap tidak berani menyeberang. Gembala itu kehabisan akal, akhirnya diangkatnya seekor anak domba kecil yang sangat disayangi oleh induk domba, digendongnya domba kecil itu dan ia menyeberangi jembatan itu. Demi dilihat induk domba itu bahwa anaknya yang disayangi dibawa ke seberang, segera ia memberanikan diri menempuh bahaya untuk mengikutinya, kemudian kawanan domba yang lainpun ikut menyeberang.
Begitu melihat kejadian ini, si suami segera berkata, “Cukuplah.” Sejak hari itu dia kembali dibangunkan. Di kemudian hari ia bersaksi, “Karena Allah tidak menghendaki aku tertinggal di seberang sungai ini, maka Dia telah membawa anakku menyeberang lebih dulu. Domba yang begitu bodoh saja mengetahui dan akhimya ikut menyeberang, mengapa aku masih saja berlambat-lambatan dan tidak mau segera menyeberang?”
Sumber: Literatur Yasperin

Sabtu, 22 Oktober 2011

God is not Fair?


Suatu perlombaan lari 400 meter diadakan untuk menguji siapakah manusia tercepat di dunia. Lomba itu sangat diminati oleh banyak orang, oleh karena memiliki hadiah yang sangat besar dan merupakan perlombaan bergengsi. Semua peserta telah bersiap di garis Start dan akan menempuh jarak yang sama, serta memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai garis Finish dan mendapatkan hadiah.
Setelah siap, tanda mulai pun dilakukan dengan tembakan pistol, semua peserta pun melesat dengan sigap dan dengan sekuat tenaga dan saling berusaha untuk saling mendahului satu sama lain. Sorak sorai penonton pun bergemuruh menambah serunya pertandingan. Tiba-tiba terjadilah sebuah insiden kecil, pada tikungan ke dua, dua orang atet sepertinya bersinggungan, dan karena gesekan itu keduanya menjadi melambat dan tertinggal oleh pelari lain.

Sebagian penonton memperhatikan dengan serius insiden kecil tersebut dan sebagian besar bersorak-sorak gemuruh melihat pelari yang terus berusaha berada di depan barisan dan saling bersaing satu sama lain. Salah satu atlet yang bersinggungan tadi merasa sangat terganggu dan seketika ia memutuskan untuk berhenti dan menyatakan protes dan berteriak kepada atlet lain, “mengapa engkau menyenggol aku,? Kemudian ia berteriak kepada panitia “ini tidak fair, ada kecurangan dibiarkan saja.” Karena tidak ada yang memberi respon, ia malah berteriak kepada penonton “Ini curang, saya minta pertandingan diulang!
Akibat protes orang itu,  atlet kedua yang bersinggungan dengan orang tersebut menoleh kebelakang dan akhirnya juga semakin tertinggal jauh dari peserta lain, dan juga menjadi kesal. Sebagian besar penonton tidak mempedulikan sama sekali insiden kecil itu dan tetap fokus dan bersorak untuk penonton yang berlari paling depan dan akhirnya memenangkan pertandingan. Semua penonton berteriak-teriak bersorak-sorak melihat kemenangan itu, dan sang juara pun mengelilingi lapangan sekali lagi sambil melambaikan tangan kepada para penonton.
Dalam kehidupan ini kita sering mendengar lontaran “God is not fair!” Jika berandai-andai tentang apa yang dilakukan Tuhan, maka kita akan menemukan bahwa seringkali kelihatannya keputusan Tuhan itu tidak cocok dengan keinginan kita. Banyak peristiwa dalam kehidupan ini kelihatannya seperti dunia yang tidak adil, namun di sisi lain bagi banyak orang kehidupan di dunia ini adalah arena perjuangan hidup, yang seringkali menuntut perjuangan, ketabahan, kreativitas, kesabaran dan ketekunan. Jikalau kita hanya melihat kehidupan dari sisi negatif saja maka segala sesuatu akan menjadi negatif, yang muncul hanya ketidak puasan, menyalahkan keadaan bahkan tidak jarang mempersalahkan Tuhan sebagai penyebab kegagalan.
Dengan berpikir positif, seseorang dapat melahirkan sikap optimis dan melihat peluang keberhasilan. Sikap seperti inilah yang dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.  Keberhasilan hidup dan kemenangan seringkali dipengaruhi oleh cara kita melihat hidup dan semua permasalahan di dalamnya. Masalah pasti akan datang dan akan dialami oleh setiap orang, namun cara menghadapi dan cara menangani masalah itu akan memberikan hasil yang berbeda. Para pemenang selalu fokus pada usaha untuk mencapai garis finish, semua kesulitan dan rintangan dihadapi dengan berani dan selalu berusaha untuk mencapai keberhasilan utama.


Sumber : Inspirasi Jiwa

Kamis, 20 Oktober 2011

Doa Tanpa Arti


Pada suatu malam yang sangat dingin, seorang pemuda duduk di dekat perapian di rumahnya untuk menghangatkan badan. Saat pandangannya menatap jendela rumahnya, dilihatnya seorang kakek sedang berjalan ditengah salju yang putih.

Sang Pemuda kemudian berpikir, “Ah Malangnya kakek itu, dia harus berjalan ditengah badai salju seperti ini. Baiklah aku akan mendoakan dia saja agar dapat tempat berteduh.”

Pemuda itu lalu berdoa kepada Tuhan : “Tuhan bantulah agar orang tua di depan rumahku ini mendapatkan tempat untuk berteduh. Kasihan Tuhan dia kedinginan.”

Ketika si pemuda mengakhiri doanya dilihatnya sang kakek berjalan mendekati rumahnya dan diapun sempat mendengar suara rintihan sang kakek yang kedinginan ketika sang kakek bersandar di dekat jendela rumahnya. Mendengar itu sang pemuda berdoa lagi kepada Tuhan. “ Tuhan lihatlah sang kakek di luar rumah itu. Kasihan sekali dia Tuhan, biarlah Engkau membantunya agar dia tidak kedinginan lagi.bantulah agar dia mendapatkan tempat berteduh yang hangat.”

Setelah itu si pemuda pun tidur lelap. Keesokan harinya si pemuda terbangun karena suara gaduh masyarakat sekitarnya. Dia pun keluar rumah dan menemukan sang kakek telah meninggal bersandar di dekat jendela rumahnya.

Si pemuda kemudian berdoa lagi kepada Tuhan, “Tuhan mengapa Engkau membiarkan kakek itu meninggal kedinginan padahal aku sudah mendoakannya agar dia selamat.”

Tuhan pun menjawab si pemuda itu, “Aku mendengar doamu hai pemuda. Aku sudah membimbing kakek itu agar mendekati rumahmu. Akan tetapi engkau tak menghiraukannya bahkan ketika kakek itu merintih di depan jendela rumahmu.”

Kekalahan, Kemenangan, Keindahan


Entah sejak kapan mulainya, sudah lama manusia hidup hanya dengan sebuah tema: memburu kemenangan, mencampakkan kekalahan. Di Jepang dan berbagai belahan dunia lainnya, tidak sedikit manusia yang mengakhiri hidupnya semata-mata karena kalah. Karena semua hal yang melekat pada kekalahan  serba negatif: jelek, hina.
Sekolah sebagai tempat di mana masa depan disiapkan rupanya ikut-ikutan. Melalui program serba juara, sekolah ikut memperkuat keyakinan  bahwa ‘kalah itu musibah’. Tempat kerja juga serupa. Tidak ada tempat kerja yang absen dari kegiatan sikut-sikutan. Semuanya mau pangkatnya naik. Tidak ada yang mau turun. Lebih-lebih dunia politik, kekalahan hanyalah kesialan. Dan bila boleh jujur, aroma seperti inilah yang mewarnai Indonesia di awal April 2009 menjelang pemilu sekaligus pilpres.
Kalah juga indah
Tidak ada yang melarang manusia mengejar kemenangan. Kemenangan ibarat padi bagi petani, seperti ikan buat nelayan. Ia pembangkit energi yang membuat kehidupan berputar. Ia pemberi semangat agar manusia tidak kelelahan. Namun seberapa besar pun energi maupun  semangat manusia, bila putaran waktunya kalah, tidak ada yang bisa menolaknya.
Oleh karena itulah, orang bijaksana belajar melatih diri untuk tersenyum baik di depan kemenangan maupun kekalahan. Berjuang, berusaha, bekerja, berdoa tetap dilakukan. Namun bila hadiahnya kekalahan, hanya senyuman yang memulyakan perjalanan.
Membawa tropi sebagai simbol kemenangan itu indah. Dihormati karena menang juga indah. Tapi tersenyum di depan kekalahan, hanya orang yang pandangannya mendalam yang bisa melakukannya. Ibarat gunung, pemenang-pemenang itu serupa dengan batu-batu di puncak gunung. Mereka tidak bisa duduk di puncak gunung bila tidak ada batu-batu di dasar dan lereng gunung (baca: pihak yang kalah).
Sebagian orang bijaksana malah bergumam, kekalahan lebih memuliakan perjalanan dibandingkan kemenangan. Terutama karena di depan kekalahan manusia sedang dilatih, dicoba, dihaluskan. Kekalahan di jalan ini berfungsi seperti amplas yang menghaluskan kayu yang mau jadi patung berharga mahal. Serupa pisau tajam yang sedang melukai bambu yang akan jadi seruling yang mewakili keindahan.
Kesabaran, kerendahatian, ketulusan, keikhlasan, itulah kualitas-kualitas yang sedang dibuka oleh kekalahan. Serangkaian hadiah yang tidak mungkin diberikan oleh kemenangan. Ia yang sudah membuka pintu ini, akan berbisik: kalah juga indah!. Itu sebabnya seorang guru pernah berpesan: “0ld friends pass away, new friends appear. The most important thing is to make it meaningful“. Semua datang dan pergi (kemenangan, kekalahan, keberuntungan, kesialan), yang paling penting adalah bagaimana mengukir makna dari sana.
Jarang terjadi ada manusia yang mengukir makna mendalam ditengah gelimang kemenangan. Terutama karena kemenangan mudah sekali membuat manusia tergelincir ke dalam kemabukan dan lupa diri. Pengukir-pengukir makna yang mengagumkan seperti Kahlil Gibran, Jalalludin Rumi, Rabindranath Tagore, Thich Nhat Hanh semuanya melakukannya di tengah-tengah kesedihan. HH Dalai Lama bahkan menerima hadiah nobel perdamaian sekaligus penghargaan sebagai warga negara kelas satu oleh senat AS, setelah melewati kesedihan dan kekalahan selama puluhan tahun di pengasingan.
Memaknai kekalahan
Mengukir makna memang berbeda dengan mengukir kayu. Dalam setiap konstruksi makna terjadi interaksi dinamis antara realita sebagaimana apa adanya dengan kebiasaan seseorang mengerti (habit of undestanding). Ia yang biasa mengerti dalam perspektif tidak puas, serba kurang, menuntut selalu lebih, akan melihat kehidupan yang tidak menyenangkan di mana-mana. Sebaliknya, ia yang berhasil melatih diri untuk selalu  bersyukur, ikhlas, tulus  lebih banyak melihat wajah indah kehidupan.
Belajar dari sini, titik berangkat dalam memaknai kekalahan adalah melihat kebiasaan kita dalam mengerti. Dalam bahasa seorang kawan: the blueprint is found within our mind. Membiarkan kemarahan dan ketidakpuasan mendikte pengertian, hanya akan memperpanjang daftar panjang penderitaan yang sudah panjang.
Seorang guru mangambil sebuah gelas yang berisi air, kemudian meminta muridnya memasukkan sesendok garam ke dalamnya dan diaduk. Setelah dicicipi ternyata asin rasanya. Setelah itu, guru ini membawa murid yang sama ke kolam luas lagi-lagi dengan sesendok  garam yang dicampurkan ke air di kolam. Kali ini rasa air tidak lagi asin.
Inilah yang terjadi dengan batin manusia. Bila batinnya sempit dan rumit (fanatik, picik, mudah menghakimi) maka kehidupan menjadi mudah asin rasanya (marah, tersinggung, sakit hati). Tatkala batinnya luas tidak terbatas, tidak ada satu pun hal yang bisa membuat kehidupan jadi mudah asin rasanya.
Dengan modal seperti ini, lebih mudah memaknai kekalahan bila manusia sudah berhasil mendidik diri berpandangan luas sekaligus bebas. Berusaha, bekerja, belajar, berdoa itu adalah tugas-tugas kehidupan. Namun seberapa pun kehidupan menghadiahkan hasil dari sini, peluklah hasilnya seperti kolam luas memeluk sesendok garam (baca: tanpa rasa asin).
Apa yang kerap disebut menang-kalah, sukses-gagal dan bahkan hidup-mati, hanyalah wajah-wajah putaran  waktu. Persis ketika jam menunjukkan sekitar jam enam pagi, waktunya matahari terbit. Bila jam enam sore putaran waktu matahari tenggelam. Memaksa agar jam enam pagi matahari tenggelam, tidak saja akan menjadi korban canda tetapi juga korban karena kecewa.
Maafkanlah bila terdengar aneh. Pejalan kaki ke dalam diri yang sudah teramat jauh bila ditanya mau kaya atau miskin, ia akan memilih miskin. Bila diminta memilih antara menang dan kalah, ia akan memilih kalah. Kaya tentu saja berkah, namun sedikit ruang-ruang latihan di sana. Miskin memang ditakuti banyak orang, namun kemiskinan menghadirkan daya paksa yang tinggi untuk senantiasa rendah hati. Menang memang membanggakan, namun godaan ego dan kecongkakannya besar sekali. Kalah memang tidak diinginkan nyaris semua orang, tetapi kekalahan adalah ibunya kesabaran.
Seorang guru meditasi yang sudah sampai di sini pernah berbisik, finally l realize there is no difference between  mind and  sky. Inilah buah meditasi. Batin menjadi seluas langit. Tidak ada satu pun awan (awan hitam kesedihan, awan putih kebahagiaan) yang bisa merubah langit. Dan ini lebih mungkin terjadi dalam manusia yang sudah berhasil memaknai kekalahan. 

Sumber : Inspirasi Jiwa

Senin, 17 Oktober 2011

Berkat atau Kutuk


Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.
Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, “Kuda ini bukan kuda bagi saya,” ia akan mengatakan. “Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat.” Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. “Orang tua bodoh,” mereka mengejek dia, “sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan.”
Orang tua itu menjawab, “Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?”
Orang protes, “Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan.”
Orang tua itu berbicara lagi, “Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?”
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, “Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami.”
Jawab orang itu, “Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu.”
“Barangkali orang tua itu benar,” mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.
“Kamu benar,” kata mereka, “Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi.”
Orand tua itu berbicara lagi, “Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong.”
Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.
“Kamu benar, orang tua,” mereka menangis, “Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya”.
Orang tua itu berbicara lagi, “Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu.”
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.
Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:
“Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.”
Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (sumber kristen.com/ In The Eye of The Storm – Max Lucado)